HarianMakassar.com, Palopo – Ribuan masyarakat Rongkong dari sejumlah daerah di Tana Luwu aksi damai di Mapolres Palopo, Senin (14/03/2022) siang.
Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes atas dugaan penghinaan yang dilakukan Iriani selaku penulis Balai Dirjen Kebudayaan Sulawesi Selatan.
Aksi damai ini berjalan kondusif. Perwakilan masyarakat rongkong bersama Iriani dan Balai Kebudayaan Sulsel dimediasi oleh Kapolres Kota Palopo AKBP Muhammad Yusuf Usman.
Dari mediasi tersebut Iriani dan Balai Kebudayaan Sulsel mengaku bersalah atas riset yang telah dilakukannya.
Iriani siap menerima sangsi adat dan mencabut tulisan dari walasuji.
Selain itu Iriani juga akan merevisi atas tulisan mangaru serta bersedia meminta maaf tiga kali berturut-turut melaui media nasional dan lokal.
Mewakili Masyarakat Rongkong sekaligus Jenderal Lapangan Rongkong Menggugat, Didit Prananda mengatakan, mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut mengawal aksi dama ini.
“Sehingga dapat berjalan dengan baik tanpa kekurangan sedikitpun, adapun hal-hal yang kurang berkenan saya mewakili semua keluarga rongkong mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya,” jelas Didit.
Didit juga mengapresiasi pihak keamanan, terkhusus Kapolres Kota Palopo yang telah berkomitmen, untuk menjaga aksi damai berjalan dengan lancar dan aman.
“Kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas komitmen beliau yang telah memediasi penyelesaian kasus penghinaan terhadap suku rongkong,” imbuhnya.
Didit menjelaskan hasil mediasi antara perangkat adat rongkong dan pihak terlapor telah mencapai hasil yang sangat memuaskan bagi komunitas rongkong.
Dimana pihak terlapor telah bersedia menerima sangsi adat dari komunitas adat kami.
“sekali lagi saya mewakili keluarga besar rongkong mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak,” kuncinya.
Sekadar diketahui, Iriani menulis dalam jurnal sejarah dan budaya, Walasuji, Volume 7, No. 1, Juni 2016: 109—121, pada halaman 113 tentang pembahasan Stratifikasi Sosial dengan judul ” Mangngaru Sebagai Seni Tradisional di Luwu.
Dalam artikel tersebut diduga terdapat kalimat mencemarkan dan melecehkan suku Rongkong. Iriani menulis, Suku Rongkong sebagai ‘Kaunan’. Artinya sebagai pesuruh atau pembantu. Iriani menulis kalimat tersebut berdasarkan wawancara dengan salah satu perangkat adat di Kedatuan Luwu.
Beberapa waktu lalu, Datu Luwu, Andi Maradang Mackulau, sudah mengeluarkan surat untuk membantah tulisan Iriani tersebut. Datu Luwu menyebut bahwa etnis Rongkong bukan sama sekali Kaunan.
Didit juga mengungkapkan, masyarakat Rongkong memberikan opsi lain berupa penyelesaian perkara di luar jalur hukum melalui sanksi adat. ” Jika diterima, penulis akan disanksi adat. Kalau tidak, maka kami akan membawa masalah ini ke jalur hukum,” tegasnya.